Monday, December 17, 2012

Butiran Senyum Kemunafikan (Part. 3)

Posted by Aprillia Himatina at 6:48 PM


Aku jahat, atau terlalu baik? Terlalu baik itu tidak bagus. Sesuatu yang diselipi kata terlalu lama kelamaan akan menjadi benalu. Benalu hidup yang akan menyedot setiap jengkal perhatian setiap insan manusia. Perhatian yang dibuang sia – sia. Terlalu baik, baik memang bagus, tapi menurutku sendiri, terlalu baik sama saja dengan penuh keikhlasan. Orang yang baik saja ikhlas, apalagi yang terlalu baik? Terkadang perasaan bingung dan pemikiran ganjil ini tiba – tiba saja mengusik pemikiranku. Membuyarkan lamunanku, dan mengejek setiap jengkal hidupku.
Mungkin aku salah, menyuruh orang lain berubah tanpa arah. Aku tak bisa jelaskan, mengapa, bagaimana, entah tak tahu jawaban apa yang harus aku beri. Caci maki dari para petinggi yang seakan memerintahku, menghipnotisku untuk mengatakan hal suram itu kepada Kak Dhisa. Entah sampai saat ini, aku tak tahu bagaimana keadaannnya, entah keadaan fisik atau hatinya. “Aku harus tahu! Aku ingin tahu tentangnya, bagaimanapun caranya!” lantunan kalimat yang benar – benar terucap dari jiwa yang penuh rasa tanya.
Semakin aku memaksakan diri untuk mengetahui, semakin aku merasa tak mengerti. Ada semesta rumit yang mengorbit dalam peredaran nafasku dan Kak Dhisa. Tercipta semacam negeri antah berantah yang menjadikan kita sebagai penduduk yang hidup di dalam ketidakjelasannya. Sosok Hima, yang dulu katanya ceria sekarang lebih sering melamun, menggumamkan bait – bait lagu duka. Itulah aku sekarang. Kehilangan teman, kehilangan arah, dan kehilangan tujuan. Aku kebingungan, mungkin juga kamu, Kak Dhisa Claudia.
Dhisa Claudia, entah teman atau Kakak. Dia begitu sempurna melengkapi setiap detik di hidupku. Dia teman yang baik. Dia selalu bisa menghangatkan suasana, suasana yang sekalipun dingin, membeku seperti es dalam gelas tertutup. Berbicara tentang gelas, gelas itu berguna. Gelas selalu bisa menjadi tampungan bagi orang – orang yang membutuhkannya untuk ditampungi air yang akan mengobati rasa hausnya. Haus akan segala hal, segala hal yang bersifat kering sekalipun. Kak Dhisa juga teman baikku, dia bijaksana. Entah sudah berapa kali tekanan darahnya naik karenaku, entah berapa kali dia memarahiku. Tapi entah mengapa aku menyukainya. Aku menyukai kemarahannya, yang merupakan tanda dia sayang dan peduli padaku.
Kak Dhisa, dia temanku. Teman yang belum lama masuk merengkuh kehidupanku. Dalam setiap kesempatan yang Tuhan berikan, entah mengapa Tuhan mempertemukanku dengannya. Tak pernah terbersit apalagi terpikir bisa mengenalnya seperti ini. Dia mampu mengenalku saat aku enggan mengenal diriku. Ketika aku kehilangan sosoknya, dia selalu bisa temukan cara untuk kembali. Kapanpun, setiap kesempatan, hal buruk yang terjadi, dan kulupa hal baik yang kupunya, Kak Dhisa ingatkanku. Rangkaian cerita kegembiraanku, kubagi denganmu, dan aku semakin bahagia, tingkat kegembiraanku melonjak naik. Cerita pilu yang aku punya seperti hilang, lenyap seketika saat kubagi denganmu. Saat aku ingin berhenti berjalan, aku lelah menjalani hari, dia selalu membuatku tetap berjalan. Sedikit demi sedikit. Sampai Selesai.

0 comments:

Post a Comment

 

~ A Little Story ~ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review