Aku
jahat, atau terlalu baik? Terlalu baik itu tidak bagus. Sesuatu yang diselipi
kata terlalu lama kelamaan akan menjadi benalu. Benalu hidup yang akan menyedot
setiap jengkal perhatian setiap insan manusia. Perhatian yang dibuang sia –
sia. Terlalu baik, baik memang bagus, tapi menurutku sendiri, terlalu baik sama
saja dengan penuh keikhlasan. Orang yang baik saja ikhlas, apalagi yang terlalu
baik? Terkadang perasaan bingung dan pemikiran ganjil ini tiba – tiba saja
mengusik pemikiranku. Membuyarkan lamunanku, dan mengejek setiap jengkal
hidupku.
Mungkin
aku salah, menyuruh orang lain berubah tanpa arah. Aku tak bisa jelaskan,
mengapa, bagaimana, entah tak tahu jawaban apa yang harus aku beri. Caci maki
dari para petinggi yang seakan memerintahku, menghipnotisku untuk mengatakan
hal suram itu kepada Kak Dhisa. Entah sampai saat ini, aku tak tahu bagaimana
keadaannnya, entah keadaan fisik atau hatinya. “Aku harus tahu! Aku ingin tahu
tentangnya, bagaimanapun caranya!” lantunan kalimat yang benar – benar terucap
dari jiwa yang penuh rasa tanya.
Semakin
aku memaksakan diri untuk mengetahui, semakin aku merasa tak mengerti. Ada
semesta rumit yang mengorbit dalam peredaran nafasku dan Kak Dhisa. Tercipta
semacam negeri antah berantah yang menjadikan kita sebagai penduduk yang hidup
di dalam ketidakjelasannya. Sosok Hima, yang dulu katanya ceria sekarang lebih
sering melamun, menggumamkan bait – bait lagu duka. Itulah aku sekarang.
Kehilangan teman, kehilangan arah, dan kehilangan tujuan. Aku kebingungan,
mungkin juga kamu, Kak Dhisa Claudia.
Dhisa
Claudia, entah teman atau Kakak. Dia begitu sempurna melengkapi setiap detik di
hidupku. Dia teman yang baik. Dia selalu bisa menghangatkan suasana, suasana
yang sekalipun dingin, membeku seperti es dalam gelas tertutup. Berbicara
tentang gelas, gelas itu berguna. Gelas selalu bisa menjadi tampungan bagi
orang – orang yang membutuhkannya untuk ditampungi air yang akan mengobati rasa
hausnya. Haus akan segala hal, segala hal yang bersifat kering sekalipun. Kak Dhisa
juga teman baikku, dia bijaksana. Entah sudah berapa kali tekanan darahnya naik
karenaku, entah berapa kali dia memarahiku. Tapi entah mengapa aku menyukainya.
Aku menyukai kemarahannya, yang merupakan tanda dia sayang dan peduli padaku.
Kak
Dhisa, dia temanku. Teman yang belum lama masuk merengkuh kehidupanku. Dalam
setiap kesempatan yang Tuhan berikan, entah mengapa Tuhan mempertemukanku
dengannya. Tak pernah terbersit apalagi terpikir bisa mengenalnya seperti ini. Dia
mampu mengenalku saat aku enggan mengenal diriku. Ketika aku kehilangan
sosoknya, dia selalu bisa temukan cara untuk kembali. Kapanpun, setiap
kesempatan, hal buruk yang terjadi, dan kulupa hal baik yang kupunya, Kak Dhisa
ingatkanku. Rangkaian cerita kegembiraanku, kubagi denganmu, dan aku semakin
bahagia, tingkat kegembiraanku melonjak naik. Cerita pilu yang aku punya
seperti hilang, lenyap seketika saat kubagi denganmu. Saat aku ingin berhenti
berjalan, aku lelah menjalani hari, dia selalu membuatku tetap berjalan.
Sedikit demi sedikit. Sampai Selesai.
0 comments:
Post a Comment