Monday, December 17, 2012

Butiran Senyum Kemunafikan (Part. 4)

Posted by Aprillia Himatina at 7:22 PM

Kak Dhisa, dia Kakakku. Entah aku tak tahu apakah dia layak kusebut teman padahal statusnya sendiri sebagai Kakakku. Jumat malam itu, aku seakan lupa daratan. Aku lupa aku siapa, dia siapa. Aku memperlakukannya terlalu jauh, tidak sopan. Aku bodoh dan aku tau itu. Saat itu aku kalap, kehilangan kendali dalam sisi, kehilangan arah yang menuntun. Kesalahan terbesar karna aku lupa sisi hidupnya. Setiap manusia punya sisi diri dan sisi hidupnya masing – masing. Selayaknya sebagai sesama manusia, setiap orang harus pandai memutar etika, bukan melupakan etika. Etika ada bukan untuk dilupakan, etika ada untuk pedoman. Setiap manusia juga punya pedoman hidup, tak terkecuali Kak Dhisa. Tak ada maksud membuat penuntutan, tak ada maksud paksaan. Hanya sebuah maksud untuk membuat sudut pandang tentangnya berubah. Aku tak suka dia di tuntut macam – macam oleh orang yang belum mengenalnya tapi sok – sokan mengenalnya.
Masih segar ingatanku Jumat malam itu. Kita berselisih paham. Cerita yang seharusnya mengalun indah berubah bak mendung hitam menggelayuti mentari, menciptakan hujan yang tak jelas datangnya. Sepotong kalimat yang menciptakan kilatan besar di hatinya. Aku memang tak pantas, aku bodoh, aku tolol. Berkali – kali ku sesali apa yang telah tertulis dan membekas. Aku tak bisa memutar waktu, aku hanya bisa memperbaiki. Bukan memperbaiki waktu, tapi memperbaiki hal bodoh yang telah terjadi. Sebuah percakapan hangat pada awalnya, kemudian balasan – balasan tidak mau kalah satu sama lain. Kita sama – sama tidak mau salah, kita tidak mau dipermainkan. Mungkin kita sama – sama egois, tapi yang aku tau semua orang punya sisi egois masing – masing. Tinggal bagaimana orang itu mengendalikan keegoisannya di depan orang lain.
Paginya, setelah Jumat malam panjang itu, aku dan Kak Dhisa masih saling berkirim pesan. Aku kaget saat membaca kalimat demi kalimat dari Kak Dhisa yang pada saat itu aku ingat betul pukul 05.42. Rasanya seperti perasaan takut akan kehilangan, akan kepergian sesuatu. Iya! Kepergian pemilik suara itu, pemilik jari peseni itu, Kak Dhisa. Seakan – akan dia memberi tanda untuk pamit dari udara. Jujur, aku terluka. Sejak SMS terakhirnya, aku tidak berinteraksi apapun dengannya sampai hari berikutnya. Dan pada hari dimana bendera merah putih dikibarkan, dia pun mengirimiku pesan singkat yang isinya mampu membuatku merasa lebih bersalah padanya. Ya, saat itu aku jatuh. Aku tak tahu lagi harus bersandar pada apa. Tapi, teman – temanku dengan setia hadir untuk memberikan pundaknya untukku jadikan sandaran dan tempat bercerita. Tidak semua. Aku tidak berani menceritakan semuanya. Mungkin aku terlalu penakut. Entah mengapa seperti ada bisikan yang selalu mencegahku untuk menceritakan kejadian Jumat malam itu pada orang lain.
Sejak saat itu, kami berdua saling terdiam. Kami tak pernah bicara satu sama lain. Seperti ada garis orbit yang menghalang diantara aku dan Kak Dhisa. Dan aku sendiri terlalu lemah untuk menghancurkan batasan itu. Akhirnya hari Jumat yang lain, 17 Februari 2012, Tuhan mempersilahkan kami berdua untuk bertemu. Ya, kami bertemu untuk sebuah kegiatan mingguan rutin yang diadakan oleh *sensor* yang kami ikuti. Kami biasa memulai acara tersebut sesaat setelah bel pulang dibunyikan. Tapi entah mengapa, Kakiku terasa lebih berat dari biasa, seperti ada yang mengikat Kakiku dengan erat. Alhasil, aku terlambat ikut acara itu. Hal pertama yang aku pikirkan saat aku membuka pintu adalah “Aku tidak mau melihatnya, tidak boleh!” Aku begitu yakin dan aku melaksanakan perintah dari pikiranku tadi. Sampai dengan selesai, aku sama sekali tidak memperhatikannya, walaupun begitu aku tetap sadar ada sepasang mata mencuri pandang ke arahku, Kak Dhisa. Aku bukan GR, tapi memang ada juga temanku yang mengisyaratkannya padaku. Waktu itu terasa sangat lama, padahal acara tak lebih dari 45 menit, rasanya siang itu berjalan melambat. Entah kenapa.

0 comments:

Post a Comment

 

~ A Little Story ~ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review